Bila telah terimplementasi dengan tuntas, pemakaian dinar dan dirham
akan menciptakan sistem keuangan yang adil bagi semua orang. Dinar dan
dirham adalah mata uang yang universal, tidak mengenal negara, karenanya
bila semua bangsa sepakat memakainya maka kita hanya akan mengenal sistem
dua-mata-uang ini (bimettalic currency system).
Kita semua tidak lagi menghadapi persoalan selisih kurs mata uang.
Dengan demikian tidak dimungkinkan lagi satu mata uang dipakai untuk
memanipulasi atau mendepresiasi mata uang lain. Tidak ada lagi cerita
uang kertas Amerika, misalnya, yakni dolar AS, bernilai 10 ribu kali
nilai uang kertas Republik Indonesia, atau rupiah. Nilai intrinsik emas
dan perak di negara mana pun akan sama, di Amerika atau di Indonesia,
di Cina atau di India, dinar dan dirham bernilai sama.
Persoalannya adalah akankah semua bangsa bersedia memakainya? Tentu
tidak mudah, justru karena ada pihak-pihak yang menikmati keuntungan
dalam sistem uang kertas yang secara hakiki tidak adil tersebut. Dengan
kata lain pemakaian kembali dinar dan dirham harus diperjuangkan sekuat
tenaga, dengan berbagai jalan, hingga posisinya sebagai mata uang memiliki
kekuatan, katakanlah seperti dolar AS saat ini.
Dengan demikian dinar dan dirham akan menjadi standar dan perlahan-lahan
mengungguli mata uang kertas apa pun di pasaran. Dan jalan itu sesungguhnya
tidak terlalu sulit, setiap orang, saat ini juga, dapat ikut memperjuangkan
dinar dan dirham dengan langkah sederhana: pakailah dalam kegiatan sehari-hari!
Dalam kemungkinan yang paling realistis, dan selama masa transisi saat
ini, dinar dan dirham akan berdampingan dengan mata uang kertas. Untuk
sesama negara yang bersepakat menggunakannya, sebagaimana diindikasikan
oleh Malaysia dan Iran, keadaan ideal di atas tentu telah tercapai.
Bagi yang tidak, maka dinar dan dirham akan menjadi salah satu 'valuta
asing' bagi anggota warga negara bersangkutan, di antara berbagai mata
uang asing lainnya.
Bagaimana pun dinar dan dirham, sebagai 'valuta asing' ini, memiliki
keunggulan dibanding valuta asing mana pun. Pertama, sebagai mata uang
dinar dan dirham memiliki nilai intrinsik sesuai dengan beratnya masing-masing
(4.25 gram emas 22 karat dan tiga gram perak murni). Artinya dinar dan
dirham merupakan komoditas, dan telah dibuktikan secara empiris, nilai
tukarnya tetap terhadap komoditas lain.
Dalam kurun sekitar 1500 tahun harga seekor kambing dapat dibeli dengan
satu sampai dua dinar sedangkan seekor ayam dapat dibeli dengan satu
sampai dua dirham tergantung besar kecilnya kambing dan ayam tersebut.
Perbandingan secara langsung terhadap dolar akan memperkuat posisi ini,
dalam kurun 30 tahun, nilai 1 ounce emas (31.1 g) mengalami kenaikan
dari 35 dolar AS (Agustus 1971) menjadi 315 dolar AS (Oktober 2002).
Kedua, sebagaimana telah disinggung di atas, dinar dan dirham merupakan
mata uang tak berbangsa. Maka, sebagai 'valas' dinar dan dirham dapat
dipertukarkan secara langsung dengan valas lain, tanpa melalui valas
'perantara' yang mengakibatkan kerugian bertingkat akibat perbedaan
kurs berjenjang.
Seorang warga Indonesia yang memiliki dolar AS dan membutuhkan yen
Jepang, bila berdomisili di Indonesia, harus menjual dolarnya terlebih
dahulu dalam rupiah dan membeli yen dalam rupiah tersebut. Akibatnya
nilai uangnya terpotong dua kali karena perbedaan kurs.
Dalam dinar dan dirham, karena merupakan komoditi, transaksi dapat
dilakukan secara langsung dengan mata uang apa pun, tanpa harus melalui
rupiah. Dinar dan dirham juga tidak mengenal 'kurs tengah', yang ada
hanyalah harga jual dan harga beli, yang saat ini memiliki rentang tiga
persen. Dengan demikian dinar dan dirham tidak mudah dipakai untuk spekulasi
sebagaimana valas kertas.
Ketiga, sebagai alat pembayaran internasional dinar dan dirham terfasilitasi
dengan sistem on line yang efisien dan sangat murah. Biaya transaksi
melalui sistem e-dinar sebagaimana berlaku saat ini sangat murah, ditetapkan
satu persen per transaksi emas kepada pembayar, dengan nilai maksimum
50 sen dolar AS. Bandingkan dengan biaya transfer valas uang kertas
yang saat ini sekitar enam dolar As dan dikenakan pada pembayar maupun
penerima (total sekitar 12 dolar AS). Maka, bahkan dibandingkan dengan
transaction cost melalui kartu kredit pun transaksi dalam dinar emas
masih jauh lebih murah.
Keempat, dinar dan dirham tidak mengenal cost of money, terbebas dari
inflasi, dan karenanya dinar dan dirham merupakan alat hedging yang
mumpuni. Telah disebutkan di atas dinar dan dirham tak pernah terdepresiasi
dalam kurun waktu ribuan tahun lamanya. Di negeri mana pun emas terbukti
kalis dari segala krisis moneter. Zaim Saidi Pengelola ADINA, Wakala
Dinar-Dirham, Jakarta